Banten, Suarabantenpost.com Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten bersama Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah VIII Banten-DKI Jakarta memperingati Hari Purbakala Nasional ke 111 tahun. Acara tersebut mengusung tema “Semarak purbakala ceria bersama cagar budaya” yang berlangsung di Danau Tasikardi Kota Serang.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Bidang Kebudayaan Dindikbud Banten, Dendi Hamadani juga bercerita tentang salah satu Situs Purbakala yang ada di kawasan Banten Lama , yaitu Keraton Surasowan dan Keraton Kaibon.
Sisa Reruntuhan Keraton Surosowan di Banten
Keraton Surasowan adalah sebuah keraton di Banten. Keraton ini pertama dibangun sekitar tahun 1526 pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, yang kemudian dikenal sebagai pendiri dari Kesultanan Banten.
Selanjutnya pada masa penguasa Banten berikutnya bangunan keraton ini ditingkatkan bahkan konon juga melibatkan ahli bangunan asal Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang memeluk Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna. Dinding pembatas setinggi 2 meter mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektare.
Surasowan mirip sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat sudut bangunannya. Sehingga pada masa jayanya Banten juga disebut dengan Kota Intan.
Keraton Kaibon
- advertisement -
Keraton Kaibon pada tahun 1920-an
Keraton Kaibon (Kaibon = Keibuan), keraton ini dibangun untuk ibu Sultan Syafiudin, Ratu Aisyah yang pada saat itu berkedudukan sebagai sultan ke 21 dari kerajaan Banten mengingat Sultan Syafiudin masih sangat muda (masih berumur 5 tahun) untuk memegang tampuk pemerintahan.
Keraton Kaibon ini dihancurkan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1832, bersamaan dengan Keraton Surosowan. Asal muasal penghancuran keraton adalah ketika Du Puy, utusan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels meminta kepada Sultan Syafiudin untuk meneruskan proyek pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan, juga pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada (di Labuhan). Namun, Syafiuddin dengan tegas menolak. Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan menyerahkannya kembali kepada Daendels yang kemudian marah besar dan menghancurkan Keraton Kaibon.
Arsitektur Keraton Kaibon ini memang sungguh unik karena sekeliling keraton sesungguhnya adalah saluran air. Artinya bahwa keraton ini benar-benar dibangun seolah-olah di atas air. Semua jalan masuk dari depan maupun belakang ternyata memang benar-benar harus melalui jalan air. “Dan kalau mau ditarik dan ditelusuri jalur air ini memang menghubungkan laut, sehingga dapat dibayangkan betapa indahnya tata alur jalan menuju keraton ini pada waktu itu,” Ceritanya. (Adv)